Tukar Link Disini

Kamis, 22 Maret 2012

PERNYATAAN..!!!

Saya bukan individualis bloger atau bahkan idealis akut. karna saya adalah sosialis bloger, untuk itu saya mengajak para bloger buat saling kenal dan bersosialisasi di dunia maya (sukur2 bisa kenal di dunia nyata). hehe.. :D

Kata pak ustadz, bersilaturahim itu manjangin umur loh.. jadi tungu apa lagi,? yang pengen umurnya panjang, ayo bersilaturahim lewat tukeran link..!!!

http://kompakreatif.blogspot.com/

masukin tuh, link'koe d blog list kalian! kalo udah, kasi tau deh... habis ntuh, pasti link kalian juga akuh pasang.. ditungguu semuanya...!!! caawww

Agama Kristen

Agama Kristen adalah sebuah kepercayaan yang berdasar pada ajaran, hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Agama ini meyakini Yesus Kristus adalah Tuhan dan Mesias, juru selamat bagi seluruh umat manusia, yang menebus manusia dari dosa. Mereka beribadah di gereja dan Kitab Suci mereka adalah Alkitab. Murid-murid Yesus Kristus pertama kali dipanggil Kristen di Antiokia (Kisah Para Rasul 11:26).

 

Gambaran umum agama Kristen

Dasar-dasar Iman


Crucifixion, menggambarkan kematian Yesus di kayu salib, lukisan dari D. Velázquez, pada abad ke 17.
Agama Kristen termasuk salah satu dari agama Abrahamik yang berdasarkan hidup, ajaran, kematian dengan penyaliban, kebangkitan, dan kenaikan Yesus dari Nazaret ke surga, sebagaimana dijelaskan dalam Perjanjian Baru, umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias yang dinubuatkan dalam dari Perjanjian Lama (atau Kitab suci Yahudi). Kekristenan adalah monoteisme, yang percaya akan tiga pribadi (secara teknis dalam bahasa Yunani hypostasis) Tuhan atau Tritunggal. Tritunggal dipertegas pertama kali pada Konsili Nicea Pertama (325) yang dihimpun oleh Kaisar Romawi Konstantin I.
Pemeluk agama Kristen mengimani bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat, dan memegang ajaran yang disampaikan Yesus Kristus. Dalam kepercayaan Kristen, Yesus Kristus adalah pendiri jemaat (gereja) dan kepemimpinan gereja yang abadi (Injil Matius 16: 18-19)
Umat Kristen juga percaya bahwa Yesus Kristus akan datang pada kedua kalinya sebagai Raja dan Hakim akan dunia ini. Sebagaimana agama Yahudi, mereka menjunjung ajaran moral yang tertulis dalam Sepuluh Perintah Tuhan.
Kata Kristen sendiri memiliki arti "pengikut Kristus atau "pengikut Yesus". Murid-murid Yesus Kristus untuk pertama kalinya disebut Kristen ketika mereka berkumpul di Antiokia (Kisah Para Rasul 11: 26c).

Pergerakan

Sepeninggal Yesus, kepemimpinan orang Kristen diteruskan berdasarkan penunjukan Petrus oleh Yesus. Setelah Petrus meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh para uskup yang dipimpin oleh uskup Roma. Pengakuan iman mereka menyebutkan kepercayaan akan Allah Tritunggal yang Mahakudus, yakni Bapa, Anak (Yesus Kristus), Roh kudus, Gereja yang satu, kudus, katolik, apostolik; pengampunan dosa, kebangkitan badan, kehidupan kekal.
Setelah itu, Gereja Kristen mengalami dua kali perpecahan yang besar: yang pertama terjadi pada tahun 1054 antara Gereja Barat yang berpusat di Roma (Gereja Katolik Roma) dengan Gereja Timur (Gereja Ortodoks Timur) yang berpusat di Konstantinopel (sekarang Turki). Yang kedua terjadi antara Gereja Katolik dengan Gereja Protestan pada tahun 1517 ketika Martin Luther memprotes ajaran Gereja yang dianggapnya telah menyimpang dari kebenaran.
Banyak denominasi Gereja kini menyadari bahwa perpecahan itu justru menyimpang dari pesan Yesus yang mendoakan kesatuan di antara para pengikutnya.
"Dan bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku."

— Injil Yohanes 17:20-21

Doa ini kemudian menjadi dasar dari gerakan ekumenisme yang dimulai pada awal abad ke-20.

 

Ibadah


Contoh benda-benda yang digunakan umat Kristen dan Katolik untuk beribadah—Alkitab, sebuah Salib, and sebuah Rosario.

 

Liturgi

Justin Martyr menggambarkan liturgi [1] (tata cara urutan ibadah) Kristen di First Apology (c. 150) kepada Penguasa Antoninus Pius pada abad ke-2, dan penggambarannya masih relevan untuk menggambarkan struktur dasar dari liturgi ibadah Kristen. Justin menggambarkan, orang Kristen berkumpul untuk ibadah bersama pada hari Minggu, yaitu hari Yesus bangkit dari kubur. Pembacaan Firman Tuhan diambil dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, tapi terutama dari Injil. Pada akhir dari liturgi ibadah, diadakan Perjamuan Kudus, untuk memperingati pengorbanan Yesus. [1]
Namun gereja pada saat ini juga ada yang mengadakan ibadah selain hari Minggu. Gereja Advent Hari Ketujuh berkumpul pada hari Sabtu. Gereja Pentakosta atau Karismatik mengikuti "tuntunan Roh Kudus" dan tidak memiliki liturgi yang tertulis, walaupun ada tata cara urutan umum kebiasaan ibadah yang biasanya dari minggu ke minggu mirip. Gereja Evangelical menggabungkan Pop dan Rock ke dalam ibadahnya, sementara beberapa Gereja yang lain melarang sama sekali penggunaan alat musik dalam ibadah, seperti Gereja Orthodox.
Ibadah dapat divariasikan untuk acara-acara khusus, seperti baptisan, pernikahan, atau hari raya Kristen seperti Natal dan Paskah. Ada pula ibadah untuk anak-anak, yang biasanya disebut Sekolah Minggu atau Ibadah Anak.


Sakramen Ekaristi

 

Sakramen

 

Sakramen adalah ritus Agama Kristen yang menjadi perantara (menyalurkan) rahmat ilahi. Kata 'sakramen' berasal dari Bahasa Latin sacramentum yang secara harfiah berarti "menjadikan suci". Salah satu contoh penggunaan kata sacramentum adalah sebagai sebutan untuk sumpah bakti yang diikrarkan para prajurit Romawi; istilah ini kemudian digunakan oleh Gereja dalam pengertian harfiahnya dan bukan dalam pengertian sumpah tadi. [2]


Kalender Liturgis

Komunitas Katolik Roma, Anglikan, dan Kristen Protestan mengatur ibadah dalam jadwal kalender liturgis. Hal ini termasuk hari-hari suci, misalnya Hari Perenungan yang memperingati sebuah kejadian di dalam hidup Yesus Kristus, hari-hari puasa, atau perayaan-perayaan biasa seperti hari memperingati orang-orang kudus. Komunitas Kristen yang tidak mengikuti tradisi kalender liturgis biasanya masih tetap merayakan perayaan-perayaan tertentu, seperti Natal, Paskah, dan Kenaikan Yesus ke Surga. Beberapa Gereja sama sekali tidak memakai kalender liturgis. [3]


Simbol Kekristenan

 

Salib, yang saat ini adalah simbol Kekristenan yang paling mudah dikenali di seluruh dunia, telah digunakan sebagai simbol Kristen pada zaman sangat awal. [4] Lambang ikan juga nampaknya berada di urutan teratas lambang favorit setelah salib. Lambang ikan dipakai oleh karena kemiripan 5 huruf konsonan yang membentuk kata ikan (Ichthys), yang mana dapat dipakai sebagai singkatan untuk menggambarkan Yesus: Iesous Christos Theou Yios Soter, artinya Yesus Kristus, Anak Allah, Penyelamat. [5]
Orang Kristen awal mula suka untuk menghiasi makam-makam mereka dengan ukir-ukiran dan gambar mengenai Yesus, orang-orang kudus, kejadian dari Alkitab, dan perlambang-perlambang yang lain. Orang-orang Kristen awal tidak memiliki pemikiran negatif menganai gambar, ukiran, maupun patung. [6] Simbol-simbol yang lain meliputi burung merpati (simbol Roh Kudus), anak domba (simbol pengorbanan Yesus), pohon anggur beserta ranting-rantingnya (simbol bahwa orang Kristen harus memiliki hubungan secara pribadi dengan Yesus) dan banyak yang lain. Semua ini diambil dari ayat-ayat Alkitab Perjanjian Baru. [7]


Lukisan The Baptism of Christ oleh Francesco Albani.

 

Ritual Baptisan

Baptisan merupakan sebuah ritual dan sakramen menggunakan air, yang menandakan seseorang berkomitmen menjadi seorang Kristen dan tergabung menjadi anggota Gereja. Ada Gereja yang memperbolehkan baptisan dengan air yang dipercikkan (misalnya Gereja Katolik dan Othodox), ada Gereja yang mengharuskan baptisan dilakukan dengan diselamkan kepada air seperti Yesus (misalnya Gereja Kristen Protestan dan Karismatik).

Doa (kristiani)

Pengajaran Yesus tentang doa pada Khotbah di Bukit menggambarkan bahwa doa secara Kristiani hanya memakai sedikit faktor eksternal, atau tidak ada sama sekali, seperti misalnya harus menggambar simbol-simbol tertentu atau harus menyembelih hewan-hewan tertentu terlebih dahulu sebelum berdoa. Dalam doa secara Kristiani, semua perilaku-perilaku yang menekankan kepada "teknik-teknik berdoa" yang menggunakan faktor eksternal seperti yang tadi disebutkan biasanya dituduh sebagai "pagan" (paganisme, penyembahan berhala). Karena itu, dalam doa secara Kristiani, yang ditekankan adalah cukup hanya perlu percaya kepada kebaikan Tuhan ketika berdoa. [8] Di seluruh Perjanjian Baru, penekanan terhadap kebebasan untuk datang kepada Tuhan ini pun ditekankan. [9] Keyakinan ini harus dilihat dari sudut pandang kepercayaan Kristen terhadap hubungan yang unik antara orang percaya dengan Yesus, lewat Roh Kudus. [10]
Dalam tradisi lanjutan, beberapa gerakan sebelum berdoa dianjurkan, seperti misalnya membuat tanda salib, berlutut, atau membungkuk. Kebiasaan melipat tangan, menyatukan kedua tangan di depan dada, atau mengangkat tangan pun terkadang sering dilakukan untuk meningkatkan konsentrasi ketika berdoa dan mengekspresikan isi doa.

Sejarah agama Kristen


Lahirnya Agama Kristen

Adoration of the Shepherds, lukisan oleh Guido Reni, pada abad ke 17.


Agama Kristen bermula dari pengajaran Yesus Kristus sebagai tokoh utama agama ini. Yesus lahir di kota Betlehem yang terletak di Palestina sekitar tahun 4-8 SM, pada masa kekuasaan raja Herodes. Yesus lahir dari rahim seorang wanita perawan, Maria, yang dikandung oleh Roh Kudus. Sejak usia tiga puluh tahun, selama tiga tahun Yesus berkhotbah dan berbuat mukjizat pada banyak orang, bersama keduabelas rasulnya. Yesus yang semakin populer dibenci oleh orang-orang Farisi, yang kemudian berkomplot untuk menyalibkan Yesus. Yesus wafat di salib pada usia 33 tahun dan bangkit dari kubur pada hari yang ketiga setelah kematiannya. Setelah kebangkitannya, Yesus masih tinggal di dunia sekitar empat puluh hari lamanya, sebelum kemudian naik ke surga
.

Gereja mula-mula

 

Setelah naiknya Yesus Kristus ke surga, rasul-rasul mulai menyebarkan ajaran Yesus ke mana-mana, dan sebagai hasilnya, jemaat pertama Kristen, sejumlah sekitar tiga ribu orang, dibaptis. Namun, pada masa-masa awal berdirinya, agama Kristen cenderung dianggap sebagai ancaman hingga terus-menerus dikejar dan dianiaya oleh pemerintah Romawi saat itu. Banyak bapa Gereja yang menjadi korban kekezaman kekaisaran Romawi dengan menjadi martir, yaitu rela disiksa maupun dihukum mati demi mempertahankan imannya, salah satu contohnya adalah Ignatius dari Antiokia yang dihukum mati dengan dijadikan makanan singa. Saat itu, kepercayaan yang berkembang di Romawi adalah paganisme, di mana terdapat konsep ‘balas jasa langsung’. Namun dengan gencarnya para rasul menyebarkan ajaran Kristen, perlahan agama ini mulai berkembang jumlahnya, sehingga pemerintah Romawi semakin terancam oleh keberadaan agama Kristen. Romawi pun berusaha menekan, dan bahkan melarang agama Kristen, karena umat Kristen saat itu tidak mau menyembah Kaisar, dan hal ini menyulitkan kekuasaan Romawi. Selain itu, paganisme dan ramalan-ramalan yang sejak zaman Republik sudah dipakai sebagai alat-alat propaganda dan pembenaran segala tingkah laku penguasa atau alasan kegagalan penguasa, sudah tidak efektif lagi dengan keberadaan agama Kristen. Maka, pada masa-masa ini, banyak umat Kristen yang dibunuh sebagai usaha pemerintah Romawi untuk menumpas agama Kristen. Penyebar utama agama Kristen pada masa itu adalah Rasul Paulus, yang paling gencar menyebarkan ajaran Kristen ke berbagai pelosok dunia.

Masa kegelapan


Pada masa inilah, datang masa-masa kegelapan (192-284), mulai dari Kaisar Commodus hingga Kaisar Diocletian. Pada masa inilah orang-orang masa itu kehilangan kepercayaan terhadap konsep balas jasa langsung yang dianut di Paganisme, sehingga agama Kristen pun semakin diminati. Hingga akhirnya pada tahun 313, Kaisar Konstantinus melegalkan agama Kristen dan bahkan minta untuk dipermandikan, dan 80 tahun setelahnya, Kaisar Theodosius melarang segala bentuk paganisme dan menetapkan agama Kristen sebagai agama negara.
Sebagai agama resmi negara Kekristenan menyebar dengan sangat cepat. Namun Gereja juga mulai terpecah-pecah dengan munculnya berbagai aliran (bidaah). Salah satu upaya untuk menekan bidaah adalah dengan diadakannya Konsili Nicea yang pertama pada tahun 325 M. Konsili Nicea mencetuskan pengakuan iman umat Kristen keseluruhan pertama kali, sebagai tanda persatuan Kristen universal yang dibedakan dari umat-umat Kristen yang bidaah. Salah satu contohnya adalah bidaah Arianisme, yang merupakan salah satu krisis bidaah terbesar saat itu yang menjadi alasan utama diadakannya Konsili Nicea yang pertama.
Ketika Kerajaan Romawi runtuh dan tercerai-berai, Gereja Kristen tetap bertahan. Pada abad ke-11 terjadilah Perang Salib, di mana kekezaman prajurit perang salib menjadi sejarah kelam Kristen yang hingga kini masih banyak disesali. Perang Salib adalah perang agama antara Kristen dan Islam. Dicetuskan pertama kali oleh Paus Urbanus II, Perang Salib I bertujuan merebut kembali kota suci Yerusalem dari kekuasaan Islam, yang merupakan tempat penting umat Kristen sebagai tujuan ziarah saat itu.
Sementara itu, bagian timur dari Kerajaan Romawi, bertahan sebagai Gereja yang disebut Yunani atau Ortodoks, yang mewartakan kabar gembira di Rusia dan memisahkan diri dari belahan barat yang berada di bawah pimpinan Gereja Roma. Pemisahan ini terjadi pada tahun 1054.
Sementara itu, pada tahun 1460 penemuan percetakan oleh Gutenberg membuat Kitab Suci terjangkau bagi semua orang. Sebelumnya, Kitab Suci dibatasi oleh Gereja kepada umat dengan tujuan untuk menekan bidaah yang merupakan salah satu krisis besar dalam tubuh Gereja saat itu. Kitab Suci hanya dibacakan di Gereja dan menjadi sumber kotbah.
Saat itu, banyak pihak-pihak tidak bertanggungjawab memanfaatkan kedudukan di dalam Gereja Barat (Katolik) sebagai sumber kekuasaan, sehingga secara tidak langsung mencoreng nama baik Gereja. Pejabat-pejabat tinggi di dalam Gereja semakin terpengaruh untuk mementingkan kepentingan duniawi sehingga semakin menyeleweng dari ajaran dasar Gereja Katolik. Banyak oknum yang menduduki posisi penting di dalam Gereja menggunakan kekuasaannya secara semena-mena sehingga merugikan banyak umat saat itu. Hal ini membuat banyak umat Kristen kecewa dan memprotes serta menuntut pembaharuan. Banyak umat yang berpikir bahwa salah satu cara mendatangkan pembaharuan di dalam Gereja ialah dengan memberikan Kitab Suci kepada semua orang.

Perpecahan

 


Pembukaan dari 95 dalil Luther.



Puncak dari penyalahgunaan ajaran Gereja diawali dengan jual beli surat indulgensia. Praktik ini sendiri sesungguhnya bertentangan dengan ajaran iman Gereja Katolik. Martin Luther, seorang rahib, memutuskan untuk melakukan pembaharuan dengan melakukan pemberontakan terhadap Gereja Katolik dengan memakukan 95 dalil Luther di pintu Gereja Kastil di Wittenberg, Jerman, 31 Oktober 1517, dan membangun gereja tandingan baru. Sedangkan Ignatius Loyola, pendiri ordo Jesuit dalam Gereja Katolik, berusaha melakukan pembaharuan dari dalam, salah satunya adalah dengan memberikan pendidikan teologi Kristen yang ketat kepada para klerus, terutama dalam kepatuhan penuh pada otoritas dan ajaran Gereja, agar praktek korup dalam Gereja berkurang dan tidak menjadi-jadi. Konsili Trente merupakan konsili yang diadakan sebagai reaksi dari reformasi Martin Luther, di mana reformasi Martin Luther dianggap oleh Gereja Katolik sebagai tindakan yang memperparah kondisi kekristenan. Dalam Konsili Trente-lah ajaran iman Gereja Katolik dipertegas (termasuk kanonisasi terakhir Alkitab Katolik) demi menekan dan mengurangi berbagai macam penyalahgunaan yang sewenang-wenang dalam tubuh Gereja.
Ketika Martin Luther menerjemahkan Kitab Suci menjadi bahasa Jerman, pengikut-pengikutnya mulai memiliki pandangan yang berbeda-beda akan Kitab Suci tersebut, lalu terjadilah pertentangan penafsiran antara umat satu dengan yang lain, salah satu kasusnya adalah pertentangan antara denominasi protestan reformed-nya Zwingli dan denominasi anabaptis, reformed-nya Calvinis dengan Arminian, dan masih banyak lagi. Inilah yang membuat agama Kristen Protestan sekarang banyak terbagi-bagi lagi menjadi denominasi-denominasi lagi.


Sejarah agama Kristen di Indonesia



Perkembangan Agama Kristen di Indonesia dapat dibagi menjadi 3 zona waktu.
  1. Sebelum kolonialisme Belanda
  2. Saat kolonialisme Belanda
  3. Setelah kolonialisme Belanda

 

Sebelum kolonialisme Belanda

 

Agama Katolik untuk pertama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ke-7 di Sumatera Utara. Kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia.[rujukan?]

 

Saat kolonialisme Belanda


Katedral di Jakarta.


Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah, Katolik Roma pertama tiba pada tahun 1534, di kepulauan Maluku melalui orang Portugis yang dikirim untuk eksplorasi. Fransiskus Xaverius, misionaris Katolik Roma dan pendiri Ordo Yesuit bekerja di kepulauan Maluku pada tahun 1546 sampai tahun 1547. [11] Namun ketika Belanda mengalahkan Portugis tahun 1605, Belanda mengusir misionari-misionari Katolik dan memperkenalkan Kristen Protestan (dari aliran Calvinist Dutch Reformed Church), sehingga terpengaruh pada ajaran Calvinisme dan Lutheran. [12]
Perkembangan Kekristenan di Indonesia pada zaman itu cukup lambat. Hal ini dikarenakan ajaran Calvinist merupakan aliran agama Kristen yang memerlukan pendalaman Alkitab yang mendalam, sementara edisi Alkitab saat itu belum ada yang berbahasa Indonesia (bahasa Belanda). Lagipula, VOC sebagai kendaraan Belanda untuk masuk dan menguasai Indonesia saat itu adalah sebuah perusahaan sekuler dan bukan perusahaan yang cukup religius, sehingga tidak mendukung penyebaran agama yang dilakukan oleh misionaris Belanda sendiri. Setelah pengaruh VOC mulai tenggelam pada tahun 1799, pemerintah Belanda mulai memperbolehkan penyebaran agama dengan lebih leluasa. Orang Kristen aliran Lutheran dari Jerman yang lebih toleran dan tidak memaksa pemeluknya untuk mempelajari agama Kristen dengan sedemikian dalam, mulai memanfaatkan perijinan tersebut untuk mulai menyebarkan agama di antara orang Batak di Sumatera pada tahun 1861, dan misionari Kristen Belanda dari aliran Rhenish juga menyebarkan agama di Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah. [12]


Setelah kolonialisme Belanda

 

Pada abad ke 20 setelah Belanda pergi dari Indonesia, agama Kristen dan Katolik mulai berkembang pesat. Hal ini dimulai oleh sebuah keadaan pada tahun 1965, ketika terjadi peralihan kekuasaan Presiden Soekarno kepada Presiden Soeharto. Saat itu, Komunisme (dan Atheisme) merupakan hal yang dilarang oleh pemerintah. Semua orang-orang yang tidak beragama, langsung dicap Atheis, dan dengan demikian sangat mudah untuk dituduh sebagai pengikut Komunis. Saat itu, gereja dari berbagai aliran mengalami pertumbuhan jemaat yang pesat, terutama dari orang-orang (sebagian besar beretnis Tionghoa yang berasal dari Cina, yang merupakan negara Komunis) yang merasa tidak nyaman dengan kebijakan pemerintah mengenai Komunisme dan Atheisme pada saat itu. [12]
Pada akhir abad ke 20 sampai awal abad 21, banyak misionaris dari Amerika yang menyebarkan aliran Evangelican dan Pentecostal. Aliran yang sering disebut "Karismatik" ini merupakan aliran yang dianggap "modern" karena menggabungkan antara Kristen tradisional, dengan pola pikir modern pada zaman ini. [13]

 

Cabang-cabang utama


Sebuah skema taksonomi denominasional Kristen.
Agama Kristen termasuk banyak tradisi agama yang bervariasi berdasarkan budaya, dan juga kepercayaan dan aliran yang jumlahnya ribuan. Selama dua milenium, Kekristenan telah berkembang menjadi tiga cabang utama:
  • Katolik (denominasi tunggal Kristen terbesar, termasuk Gereja Katolik ritus Timur, dengan satu koma dua milyar penganut total, lebih dari setengah dari jumlah total penganut agama Kristiani)
  • Protestanisme (terdiri dari berbagai macam denominasi dan pemikir dengan berbagai macam penafsiran kitab suci, termasuk Lutheranisme, Anglikanisme, Calvinisme, Pentakostalisme, Methodis, Gereja Baptis, Karismatik, Presbyterian, Anabaptis, dsb.)
  • Ortodoks Timur (denominasi tunggal Kristen terbesar kedua, dan merupakan denominasi Kristen terbesar di Eropa timur)
Selain itu ada pula berbagai gerakan baru seperti Bala Keselamatan, Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Mormon, Saksi-Saksi Yehuwa, serta berbagai aliran yang muncul pada akhir abad ke-19 maupun abad ke-20, dll.

 

Catatan dan referensi

 

  1. ^ a b "First Apology dari Justin Martyr". earlychristianwritings.com. Diakses pada 2 Maret 2011.
  2. ^ Strong, Systematic Theology, Philadelphia, PA: Judson Press, 1954 hal 930
  3. ^ Hickman. Handbook of the Christian Year.
  4. ^ "ANF04. Fathers of the Third Century: Tertullian, Part Fourth; Minucius Felix; Commodian; Origen, Parts First and Second | Christian Classics Ethereal Library". Ccel.org. 1 Juni 2005. Diakses pada 5 Mei 2009.
  5. ^ "Catholic Encyclopedia, Symbolism of the Fish". newadvent.org. Diakses pada 2 Maret 2011.
  6. ^ "Catholic Encyclopedia, Veneration of Images". newadvent.org. Diakses pada 2 Maret 2011.
  7. ^ Dilasser. The Symbols of the Church.
  8. ^ Mat. 6:5-15
  9. ^ Filipi 4:6
  10. ^ "Prayer". New Dictionary of Biblical Theology. (2001). Ed. Alexander, T. D., & Rosner, B. S. Downers Grove, IL: Intervarsity Press. 
  11. ^ "Francis Xavier and Asia: The Road to Cultural Inventiveness". jmcommunications.com. Diakses pada 2 Maret 2011.
  12. ^ a b c "U.S. Library of Congress' Country Studies of Indonesia". cuntrystudies.us. Diakses pada 2 Maret 2011.
  13. ^ "A History of Christianity in Indonesia". icrs.ugm.ac.id. Diakses pada 2 Maret 2011. 

Pranala luar

(Inggris) "Christianity". Encyclopædia Britannica Online.
(Inggris) "BBC—Religion & Ethics—Christianity". British Broadcasting Corporation. Diakses pada 3 Januari 2008. A number of introductory articles on Christianity.
(Inggris) "CBC Montreal—Religion—Christianity ", (Canadian Broadcasting Corporation). Diakses pada 3 Januari 2008. An overview of Christianity.
(Inggris) "Netzarim". - Click at 'History Museum' in the left menu. Diakses pada 21 Oktober 2008. The origin of Christianity
(Inggris) Adena, L. The 'Jesus Cult' and the Roman State in the Third Century, Clio History Journal, 2008.

Sejarah Agama Buddha

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb. Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.
Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tripitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta Piṭaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piṭaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan Abhidhamma Piṭaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).


Konsep Ketuhanan dalam Buddhisme

Perlu ditekankan bahwa Buddha bukan Tuhan. Konsep ketuhanan dalam agama Buddha berbeda dengan konsep dalam agama Samawi dimana alam semesta diciptakan oleh Tuhan dan tujuan akhir dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan Tuhan yang kekal.
Ketahuilah para bhikkhu bahwa ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Duhai para Bhikkhu, apabila tidak ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi para bhikkhu, karena ada Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Tercipta, Yang Mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka, Udana VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Mahaesa dalam agama Buddha. Ketuhanan Yang Mahaesa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang Asamkhatang yang artinya "Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak Diciptakan dan Yang Mutlak". Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan dan yang tidak dapat digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi (asamkhata) maka manusia yang berkondisi (samkhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi.
Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.
Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.
Di dalam agama Buddha tujuan akhir hidup manusia adalah mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana satu makhluk tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa - dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Moral dalam Buddhisme

Sebagai mana agama Kristen, Islam, dan Hindu ajaran Buddha juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemoralan. Nilai-nilai kemoralan yang diharuskan untuk umat awam umat Buddha biasanya dikenal dengan Pancasila. Kelima nilai-nilai kemoralan untuk umat awam adalah:
  • Panatipata Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Adinnadana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Kamesu Micchacara Veramani Sikhapadam
  • Musavada Veramani Sikkhapadam Samadiyami
  • Surameraya Majjapamadatthana Veramani Sikkhapadam Samadiyami
Yang artinya:
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari pencurian/mengambil barang yang tidak diberikan.
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari melakukan perbuatan asusila
  • Aku bertekad akan melatih diri menghidari melakukan perkataan dusta
  • Aku bertekad akan melatih diri menghindari makanan atau minuman yang dapat menyebabkan lemahnya kesadaran
Selain nilai-nilai moral di atas, agama Buddha juga amat menjunjung tinggi karma sebagai sesuatu yang berpegang pada prinsip sebab akibat. Kamma (bahasa Pali) atau Karma (bahasa Sanskerta) berarti perbuatan atau aksi. Jadi ada aksi atau karma baik dan ada pula aksi atau karma buruk. Saat ini, istilah karma sudah terasa umum digunakan, namun cenderung diartikan secara keliru sebagai hukuman turunan/hukuman berat dan lain sebagainya. Guru Buddha dalam Nibbedhika Sutta; Anguttara Nikaya 6.63 menjelaskan secara jelas arti dari kamma:
”Para bhikkhu, cetana (kehendak)lah yang kunyatakan sebagai kamma. Setelah berkehendak, orang melakukan suatu tindakan lewat tubuh, ucapan atau pikiran.”
Jadi, kamma berarti semua jenis kehendak (cetana), perbuatan yang baik maupun buruk/jahat, yang dilakukan oleh jasmani (kaya), perkataan (vaci) dan pikiran (mano), yang baik (kusala) maupun yang jahat (akusala).
Kamma atau sering disebut sebagai Hukum Kamma merupakan salah satu hukum alam yang berkerja berdasarkan prinsip sebab akibat. Selama suatu makhluk berkehendak, melakukan kamma (perbuatan) sebagai sebab maka akan menimbulkan akibat atau hasil. Akibat atau hasil yang ditimbulkan dari kamma disebut sebagai Kamma Vipaka.

Aliran Buddha

Ada beberapa aliran dalam agama Buddha:
  1. Buddha Theravada
  2. Buddha Mahayana: Zen
  3. Buddha Vajrayana

 

Buddha Mahayana 


Patung Buddha Tian Tan. Vihara Po Lin, pulau Lantau, Hong Kong
Sutra Teratai merupakan rujukan sampingan penganut Buddha aliran Mahayana. Tokoh Kwan Im yang bermaksud "maha mendengar" atau nama Sansekertanya "Avalokiteśvara" merupakan tokoh Mahayana dan dipercayai telah menitis beberapa kali dalam alam manusia untuk memimpin umat manusia ke jalan kebenaran. Dia diberikan sifat-sifat keibuan seperti penyayang dan lemah lembut. Menurut sejarahnya Avalokitesvara adalah seorang lelaki murid Buddha, akan tetapi setelah pengaruh Buddha masuk ke Tiongkok, profil ini perlahan-lahan berubah menjadi sosok feminin dan dihubungkan dengan legenda yang ada di Tiongkok sebagai seorang dewi.
Penyembahan kepada Amitabha Buddha (Amitayus) merupakan salah satu aliran utama Buddha Mahayana. Sorga Barat merupakan tempat tujuan umat Buddha aliran Sukhavati selepas mereka meninggal dunia dengan berkat kebaktian mereka terhadap Buddha Amitabha dimana mereka tidak perlu lagi mengalami proses reinkarnasi dan dari sana menolong semua makhluk hidup yang masih menderita di bumi.
Mereka mempercayai mereka akan lahir semula di Sorga Barat untuk menunggu saat Buddha Amitabha memberikan khotbah Dhamma dan Buddha Amitabha akan memimpin mereka ke tahap mencapai 'Buddhi' (tahap kesempurnaan dimana kejahilan, kebencian dan ketamakan tidak ada lagi). Ia merupakan pemahaman Buddha yang paling disukai oleh orang Tionghoa.
Seorang Buddha bukannya dewa atau makhluk suci yang memberikan kesejahteraan. Semua Buddha adalah pemimpin segala kehidupan ke arah mencapai kebebasan daripada kesengsaraan. Hasil amalan ajaran Buddha inilah yang akan membawa kesejahteraan kepada pengamalnya.
Menurut Buddha Gautama , kenikmatan Kesadaran Nirwana yang dicapainya di bawah pohon Bodhi, tersedia kepada semua makhluk apabila mereka dilahirkan sebagai manusia. Menekankan konsep ini, aliran Buddha Mahayana khususnya merujuk kepada banyak Buddha dan juga bodhisattva (makhluk yang tekad "committed" pada Kesadaran tetapi menangguhkan Nirvana mereka agar dapat membantu orang lain pada jalan itu). Dalam Tipitaka suci - intipati teks suci Buddha - tidak terbilang Buddha yang lalu dan hidup mereka telah disebut "spoken of", termasuk Buddha yang akan datang, Buddha Maitreya .

 

Buddha Theravada 

Aliran Theravada adalah aliran yang memiliki sekolah Buddha tertua yang tinggal sampai saat ini, dan untuk berapa abad mendominasi Sri Langka dan wilayah Asia Tenggara (sebagian dari Tiongkok bagian barat daya, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Indonesia dan Thailand) dan juga sebagian Vietnam. Selain itu populer pula di Singapura dan Australia.

 

Gramatika


Theravada berasal dari bahasa Pali yang terdiri dari dua kata yaitu thera dan vada. Thera berarti sesepuh khususnya sesepuh terdahulu , dan vada berarti perkataan atau ajaran. Jadi Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh.
Istilah Theravada muncul sebagai salah satu aliran agama Buddha dalam Dipavamsa, catatan awal sejarah Sri Lanka pada abad ke-4 Masehi. Istilah ini juga tercatat dalam Mahavamsa, sebuah catatan sejarah penting yang berasal dari abad ke-5 Di yakini Theravada merupakan wujud lain dari salah satu aliran agama Buddha terdahulu yaitu Sthaviravada (Bahasa Sanskerta: Ajaran Para Sesepuh) , sebuah aliran agama Buddha awal yang terbentuk pada Sidang Agung Sangha ke-2 (443 SM). Dan juga merupakan wujud dari aliran Vibhajjavada yang berarti Ajaran Analisis (Doctrine of Analysis) atau Agama Akal Budi (Religion of Reason).

 

Sejarah


Sejarah Theravada tidak lepas dari sejarah Buddha Gautama sebagai pendiri agama Buddha. Setelah Sang Buddha parinibbana (543 SM), tiga bulan kemudian diadakan Sidang Agung Sangha (Sangha Samaya).
Diadakan pada tahun 543 SM (3 bulan setelah bulan Mei), berlangsung selama 2 bulan Dipimpin oleh Y.A. Maha Kassapa dan dihadiri oleh 500 orang Bhikkhu yang semuanya Arahat. Sidang diadakan di Goa Satapani di kota Rajagaha. Sponsor sidang agung ini adalah Raja Ajatasatu. Tujuan Sidang adalah menghimpun Ajaran Sang Buddha yang diajarkan kepada orang yang berlainan, di tempat yang berlainan dan dalam waktu yang berlainan. Mengulang Dhamma dan Vinaya agar Ajaran Sang Buddha tetap murni, kuat, melebihi ajaran-ajaran lainnya. Y.A. Upali mengulang Vinaya dan Y.A. Ananda mengulang Dhamma.
Sidang Agung Sangha ke-2, pada tahun 443 SM , dimana awal Buddhisme mulai terbagi menjadi 2. Di satu sisi kelompok yang ingin perubahan beberapa peraturan minor dalam Vinaya, di sisi lain kelompok yang mempertahankan Vinaya apa adanya. Kelompok yang ingin perubahan Vinaya memisahkan diri dan dikenal dengan Mahasanghika yang merupakan cikal bakal Mahayana. Sedangkan yang mempertahankan Vinaya disebut Sthaviravada.
Sidang Agung Sangha ke-3 (313 SM), Sidang ini hanya diikuti oleh kelompok Sthaviravada. Sidang ini memutuskan untuk tidak mengubah Vinaya, dan Moggaliputta Tissa sebagai pimpinan sidang menyelesaikan buku Kathavatthu yang berisi penyimpangan-penyimpangan dari aliran lain. Saat itu pula Abhidhamma dimasukkan. Setelah itu ajaran-ajaran ini di tulis dan disahkan oleh sidang. Kemudian Y.M. Mahinda (putra Raja Asoka) membawa Tipitaka ini ke Sri Lanka tanpa ada yang hilang sampai sekarang dan menyebarkan Buddha Dhamma di sana. Di sana ajaran ini dikenal sebagai Theravada.

 

Kitab suci Buddhisme


Kitab Suci yang dipergunakan dalam agama Buddha Theravada adalah Kitab Suci Tripitaka yang dikenal sebagai Kanon Pali (Pali Canon). Kitab suci Agama Buddha yang paling tua, yang diketahui hingga sekarang, tertulis dalam Bahasa Pali/Magadhi Kuno, yang terbagi dalam tiga kelompok besar (yang disebut sebagai "pitaka" atau "keranjang") yaitu: Vinaya Pitaka, Sutta Piṭaka, dan Abhidhamma Pitaka. Karena terdiri dari tiga kelompok tersebut, maka Kitab Suci Agama Buddha dinamakan Tipitaka (Pali).

 

Ajaran Buddhisme

 

Empat Kebenaran Mulia


Ajaran dasar Buddhisme dikenal sebagai Empat Kebenaran Mulia, yang meliputi:
  • Dukkha Ariya Sacca (Kebenaran Arya tentang Dukkha),
Dukha ialah penderitaan. Dukha menjelaskan bahwa ada lima pelekatan kepada dunia yang merupakan penderitaan. Kelima hal itu adalah kelahiran, umur tua, sakit, mati, disatukan dengan yang tidak dikasihi, dan tidak mencapai yang diinginkan.
  • Dukkha Samudaya Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha),
Samudaya ialah sebab. Setiap penderitaan pasti memiliki sebab, contohnya: yang menyebabkan orang dilahirkan kembali adalah adanya keinginan kepada hidup.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha),
Nirodha ialah pemadaman. Pemadaman kesengsaraan dapat dilakukan dengan menghapus keinginan secara sempurna sehingga tidak ada lagi tempat untuk keinginan tersebut.
  • Dukkha Nirodha Ariya Sacca (Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha).
Marga ialah jalan kelepasan. Jalan kelepasan merupakan cara-cara yang harus ditempuh kalau kita ingin lepas dari kesengsaraan. Delapan jalan kebenaran akan dibahas lebih mendalam pada pokok pembahasan yang selanjutnya.
Inti ajaran Buddha menjelaskan bahwa hidup adalah untuk menderita. Jika di dunia ini tidak ada penderitaan, maka Buddha pun tidak akan menjelma di dunia. Semua hal yang terjadi pada manusia merupakan wujud dari penderitaan itu sendiri. Saat hidup, sakit, dipisahkan dari yang dikasihi dan lain-lain, merupakan wujud penderitaan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Bahkan kesenangan yang dialami manusia, dianggap sebagai sumber penderitaan karena tidak ada kesenangan yang kekal di dunia ini. Kesenangan atau kegirangan bergantung kepada ikatannya dengan sumber kesenangannya itu, padahal sumber kesenangan tadi berada di luar diri manusia. Sumber itu tidak mungkin dipengang atau diraba oleh manusia, karena tidak ada sesuatu yang tetap berada. Semua penderitaan disebabkan karena kehausan. Untuk menerangkan hal ini diajarkanlah yang disebut pratitya samutpada, artinya pokok permulaan yang bergantungan. Setiap kejadian pasti memiliki keterkaitan dengan pokok permulaan yang sebelumnya. Ada 12 pokok permulaan yang menjadi fokus pratitya samutpada.

 

Jalan Utama Berunsur Delapan


Agar terlepas dari penderitaan mereka mereka harus melalui Jalan Utama Berunsur Delapan Sradha atau iman, yaitu:
  1. Percaya yang benar (Samma ditthi).
    Sraddha atau iman yang terdiri dari “percaya yang benar” ini memberikan pendahuluan yang terdiri dari: Percaya dan menyerahkan diri kepada Buddha sebagai guru yang berwenang mengajarkan kebenaran, percaya menyerahkan diri kepada dharma atau ajaran buddha, sebagai yang membawanya kepada kelepasan, dan percaya setelah menyerahkan diri kepada jemaat sebagai jalan yang dilaluinya. Sila yaitu usaha untuk mencapai moral yang tinggi.
  2. Maksud yang benar (Samma sankappa), merupakan hasil “percaya yang benar” yakin bahwa jalan petunjuka budha adalah jalan yang benar
  3. Kata-kata yang benar (Samma vaca), maksudnya orang harus menjauhkan diri dari kebohongan dan membicarakan kejahatan orang lain, mengucapkan kata-kata yang kasar, serta melakukan percakapan yang tidak senonoh.
  4. Perbuatan yang benar (Samma kammanta), maksudnya bahwa dalam segala perbuatan orang tak boleh mencari keuntungan sendiri.
  5. Hidup yang benar (Samma ajiva), maksudnya secara lahir dan batin orang harus murni atau bebas dari penipuan diri
  6. Usaha yang benar (Samma vayama), maksudnya seperti pengawasan hawa nafsu agar jangan sampai terjadi tabiat-tabiat yang jahat.
  7. Ingatan yang benar (Samma sati), maksudnya pengawasan akal, rencana atau emosi yang merusak kesehatan moral
  8. Semadi yang benar (Samma samadhi)
Semadi itu sendiri terbagi menjadi 2 bagian yaitu persiapan atau upcara semadi dan semadinya sendiri. Persiapan atau upacara semadi ini maksudnya kita harus merenungi kehidupan dalam agamannya seperti 7 jalan kebenaran yang dibahas tadi dengan empat bhawana,yaitu: metta (persahabatan yang universal), karuna (belas kasih yang universal), mudita (kesenangan dalam keuntungan dan akan segala sesuatu), dan upakkha (tidak tergerak oleh apa saja yang menguntungkan diri sendiri, teman, musuh dan sebagainya. Sesudah merenungkan hal-hal tersebut barulah masuk kedalam semadi yang sebenarnya dalam 4 tingkatan yaitu: mengerti lahir dan batinnya, mendapatkan damai batiniahnya, menghilangkan kegirangannya sehingga menjadi orang yang tenang, sampai akhirnya sukha dan dukha lenyap dari semuanya, dan rasa hatinya disudikan. Dengan demikianlah orang sampai pada kelepasan dari penderitaan.
Secara umum sama dengan aliran agama Buddha lainnya, Theravada mengajarkan mengenai pembebasan akan dukkha (penderitaan) yang ditempuh dengan menjalankan sila (kemoralan), samadhi (konsentrasi) dan panna (kebijaksanaan).
Agama Buddha Theravada hanya mengakui Buddha Gautama sebagai Buddha sejarah yang hidup pada masa sekarang. Meskipun demikian Theravada mengakui pernah ada dan akan muncul Buddha-Buddha lainnya.
Dalam Theravada terdapat 2 jalan yang dapat ditempuh untuk mencapai Pencerahan Sempurna yaitu Jalan Arahat (Arahatship) dan Jalan Kebuddhaan (Buddhahood).

 

Hari Raya


Terdapat empat hari raya besar dalam Agama Buddha. Namun satu-satunya yang dikenal luas masyarakat adalah Hari Raya Trisuci Waisak, sekaligus satu-satunya hari raya umat Buddha yang dijadikan hari libur nasional Indonesia setiap tahunnya.

 

Waisak


Penganut Buddha merayakan Hari Waisak yang merupakan peringatan 3 peristiwa. Yaitu, hari kelahiran Pangeran Siddharta (nama sebelum menjadi Buddha), hari pencapaian Penerangan Sempurna Pertapa Gautama, dan hari Sang Buddha wafat atau mencapai Nibbana/Nirwana. Hari Waisak juga dikenal dengan nama Visakah Puja atau Buddha Purnima di India, Vesak di Malaysia dan Singapura, Visakha Bucha di Thailand, dan Vesak di Sri Lanka. Nama ini diambil dari bahasa Pali "Wesakha", yang pada gilirannya juga terkait dengan "Waishakha" dari bahasa Sanskerta

 

Kathina


Hari raya Kathina merupakan upacara persembahan jubah kepada Sangha setelah menjalani Vassa. Jadi setelah masa Vassa berakhir, umat Buddha memasuki masa Kathina atau bulan Kathina. Dalam kesempatan tersebut, selain memberikan persembahan jubah Kathina, umat Buddha juga berdana kebutuhan pokok para Bhikkhu, perlengkapan vihara, dan berdana untuk perkembangan dan kemajuan agama Buddha.

 

Asadha


Kebaktian untuk memperingati Hari besar Asadha disebut Asadha Puja / Asalha Puja. Hari raya Asadha, diperingati 2 (dua) bulan setelah Hari Raya Waisak, guna memperingati peristiwa dimana Buddha membabarkan Dharma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertapa (Panca Vagiya) di Taman Rusa Isipatana, pada tahun 588 Sebelum Masehi. Kelima pertapa tersebut adalah Kondanna, Bhadiya, Vappa, Mahanama dan Asajji, dan sesudah mendengarkan khotbah Dharma, mereka mencapai arahat. Lima orang pertapa, bekas teman berjuang Buddha dalam bertapa menyiksa diri di hutan Uruvela merupakan orang-orang yang paling berbahagia, karena mereka mempunyai kesempatan mendengarkan Dhamma untuk pertama kalinya. Selanjutnya, bersama dengan Panca Vagghiya Bhikkhu tersebut, Buddha membentuk Arya Sangha Bhikkhu(Persaudaraan Para Bhikkhu Suci) yang pertama (tahun 588 Sebelum Masehi ). Dengan terbentuknya Sangha, maka Tiratana (Triratna) menjadi lengkap. Sebelumnya, baru ada Buddha dan Dhamma (yang ditemukan oleh Buddha).
Tiratana atau Triratna berarti Tiga Mustika, terdiri atas Buddha, Dhamma dan Sangha. Tiratana merupakan pelindung umat Buddha. Setiap umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan memanjatkan paritta Tisarana ( Trisarana ). Umat Buddha berlindung kepada Buddha berarti umat Buddha memilih Buddha sebagai guru dan teladannya. Umat Buddha berlindung kepada Dhamma berarti umat Buddha yakin bahwa Dhamma mengandung kebenaran yang bila dilaksanakan akan mencapai akhir dari dukkha. Umat Buddha berlindung kepada Sangha berarti umat Buddha yakin bahwa Sangha merupakan pewaris dan pengamal Dhamma yang patut dihormati.
Khotbah pertama yang disampaikan oleh Buddha pada hari suci Asadha ini dikenal dengan nama Dhamma Cakka Pavattana Sutta, yang berarti Khotbah Pemutaran Roda Dhamma. Dalam Khotbah tersebut, Buddha mengajarkan mengenai Empat Kebenaran Mulia( Cattari Ariya Saccani ) yang menjadi landasan pokok Buddha Dhamma.

 

Magha Puja


Hari Besar Magha Puja memperingati disabdakannya Ovadha Patimokha, Inti Agama Buddha dan Etika Pokok para Bhikkhu. Sabda Sang Buddha di hadapan 1.250 Arahat yang kesemuanya arahat tersebut ditasbihkan sendiri oleh Sang Buddha (Ehi Bhikkhu), yang kehadirannya itu tanpa diundang dan tanpa ada perjanjian satu dengan yang lain terlebih dahulu, Sabda Sang Buddha bertempat di Vihara Veluvana, Rajagaha. Tempat ibadah agama Buddha disebut Vihara.

 

Penyebaran di Asia dan Indonesia


Agama Buddha mulai berkembang di India, yaitu tempat dimana Buddha Gautama mengajarkan ajarannya. Setelah wafatnya Buddha Gautama, ajaran tersebut tidak lenyap begitu saja, melainkan disebarkan oleh para pemuka agama sehingga bertahan sampai sekarang di berbagai belahan dunia, khususnya di Asia.

 

Penyebaran di India dan Asia Tengah


Dimulai dari India, tempat dimana Buddha Gautama lahir dan wafat. 100 tahun setelah Buddha mencapai Nirwana, ajaran Buddha Gautama mulai memudar sehingga para biksu disana memutuskan untuk mulai melestarikannya agar tetap hidup. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan membuat Dharma atau pengajaran. Di India jugalah tempat dimana mulai terbentuknya aliran Mahayana dan Theravada akibat perselisihan antara kelompok biarawan dan para kaum tua.Theravada umumnya mengajarkan bahwa tujuan tertinggi adalah menjadi arahat, sedangkan Mahayana mengajarkan bahwa tujuan yang paling berharga adalah dengan mencapai Kebuddhaan. Selain melalui kaum biarawan,agama Buddha juga disebarkan oleh raja-raja besar di India seperti Raja Ashoka. Ia mengajarkan kepada rakyatnya untuk tidak berpikiran jahat seperti serakah dan mudah marah. Ia menanamkan nilai-nilai moral, seperti menghargai kebenaran, cinta kasih dan amal. Ashoka juga mengirim misionaris Buddha keberbagai negara tetangga, termasuk ke Sri Lanka dimana mereka diterima baik sehingga Sri Lanka menjadi basis agama Buddha.

 

Penyebaran di Asia Timur


Selama abad 3 SM, Raja Asoka mengirimkan misionaris ke barat laut India yaitu Pakistan dan Afganistan. Misi ini mencapai sukses besar karena kawasan ini segera menjadi pusat pembelajaran agama Buddha yang memiliki banyak biksu terkemuka dan sarjana. Ketika para pedagang Asia Tengah datang ke wilayah ini untuk berdagang, mereka belajar tentang Buddhisme dan menerimanya sebagai agama mereka. Dengan dukungan dari pedagang, biara gua banyak didirikan di sepanjang rute perdagangan di seluruh Asia Tengah. Pada abad 2 SM, beberapa kota Asia Tengah seperti Khotan, telah menjadi pusat penting bagi Buddhisme. Melalui Jalan Sutera inilah, pertama kalinya orang Tiongkok (sekarang Cina) mengenal agama Buddha dari orang-orang di Asia Tengah yang sudah beragama Buddha. Bentuk awal penyebaran agama Buddha di Cina adalah dengan adanya penerjemah yang bertugas menerjemahkan teks penting mengenai ajaran Buddha dari bahasa India ke bahasa Cina kala itu. Selain itu, juga lahirnya berbagai karya seni dan pahat dimana patung-patung Buddha dibuat. Bentuk perkembangan lainnya adalah dengan dibangunnya sekolah ajaran Buddha di Tiongkok yang mencakup seni, patung, arsitektur dan filsafat waktu itu. Ada pula biarawan Tiongkok yang pergi ke Semenanjung Korea untuk memperkenalkan agama Buddha kepada kerajaan-kerajaan yang ada di Korea pada waktu itu. Sehingga pada abad ke-6 dan abad ke-7, agama Buddha telah berkembang di bawah kerajaan tersebut. Selain di Korea, Buddhisme juga berkembang di kepulauan Jepang.

 

Penyebaran di Asia Tenggara


Pada awal era masehi, orang-orang di berbagai belahan Asia Tenggara datang untuk mengetahui ajaran Buddha sebagai hasil dari meningkatnya hubungan dengan para pedagang India yang datang ke wilayah tersebut untuk berdagang. Pedagang ini tidak hanya berdagang di Asia Tenggara, tetapi juga membawa agama mereka dan budaya dengan mereka. Di bawah pengaruh mereka, orang-orang setempat mulai mengenal agama Buddha, tapi tetap mempertahankan keyakinan lama dan adat istiadat mereka. Sejak masuk di semenanjung Indocina (sekarang bagian Asia Tenggara), Buddhisme mulai masuk di Birma, Siam (sekarang Thailand), Vietnam, semenanjung Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan kepulauan nusantara (sekarang Indonesia).

 

Penyebaran di Nusantara



Candi Borobudur, monumen Dinasti Syailendra yang dibangun di Magelang, Jawa Tengah.
Pada akhir abad ke-5, seorang biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah sekarang. Pada akhir abad ke-7, I Tsing, seorang peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau Sumatera (kala itu disebut Swarnabhumi), yang kala itu merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan bahwa Buddhisme diterima secara luas oleh rakyat, dan ibukota Sriwijaya (sekarang Palembang), merupakan pusat penting untuk pembelajaran Buddhisme (kala itu Buddha Vajrayana). I Tsing belajar di Sriwijaya selama beberapa waktu sebelum melanjutkan perjalanannya ke India.
Pada pertengahan abad ke-8, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti Syailendra yang merupakan penganut Buddhisme. Mereka membangun berbagai monumen Buddha di Jawa, yang paling terkenal yaitu Candi Borobudur. Monumen ini selesai di bagian awal abad ke-9.
Di pertengahan abad ke-9, Sriwijaya berada di puncak kejayaan dalam kekayaan dan kekuasaan. Pada saat itu, kerajaan Sriwijaya telah menguasai Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Semenanjung Malaya.

 

Akhir zaman kerajaan Hindu-Buddha


Pada akhir abad ke-13 seiring berkembang pesatnya pengaruh Islam dari Timur Tengah, kerajaan-kerajaan Islam mulai berdiri di Sumatera, dan agama Islam segera menyebar ke Jawa dan Semenanjung Malaya lewat penaklukan dan penyebaran sistematis oleh sekelompok ulama yang dikenal dengan sebutan Wali Sanga. Akibatnya Buddhisme mengalami penurunan popularitas dan pada akhir abad ke-15 Islam adalah agama yang dominan di nusantara dan Semenanjung Malaya. Buddhisme diperkenalkan kembali ke nusantara hanya pada abad ke-19, dengan kedatangan pedagang dan orang-orang Tiongkok, Srilanka dan imigran Buddhis lainnya.

 

Rujukan

 

  • (Inggris)Religionfacts.com, Buddhisme di Asia Tenggara, diakses 14 April 2011, pk 19.00
  • (Inggris) Buddhanet.net, Penyebaran Buddhisme, diakses 14 April 2011, pk 19.00

Sejarah Agama Hindu

Print
PENGANTAR
Agama Hindu adalah agama yang mempunyai usia terpanjang merupakan agama yang pertama dikenal oleh manusia. Dalam uraian ini akan dijelaskan kapan dan dimana agama itu diwahyukan dan uraian singkat tentang proses perkembangannya. Agama Hindu adalah agama yang telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks dibidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat dan ilmu-ilmu lainnya. Karena luas dan terlalu mendetailnya jangkauan pemaparan dari agama Hindu, kadang-kadang terasa sulit untuk dipahami.
Banyak para ahli dibidang agama dan ilmu lainnya yang telah mendalami tentang agama Hindu sehingga muncul bermacam- macam penafsiran dan analisa terhadap agama Hindu. Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para ahli untuk menetapkan kapan agama Hindu itu diwahyukan, demikian juga mengenai metode dan misi penyebarannya belum banyak dimengerti.
Penampilan agama Hindu yang memberikan kebebasan cukup tinggi dalam melaksanakan upacaranya mengakibatkan banyak para ahli yang menuliskan tentang agama ini tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya ada dalam agama Hindu.
Sebagai Contoh: "Masih banyak para ahli menuliskan Agama Hindu adalah agama yang polytheistis dan segala macam lagi penilaian yang sangat tidak mengenakkan, serta merugikan agama Hindu".
Disamping itu di kalangan umat Hindu sendiripun masih banyak pemahaman-pemahaman yang kurang tepat atas ajaran agama yang dipahami dan diamalkan. Demikianlah tujuan penulisan ini adalah untuk membantu meluruskan pendapat-pendapat yang menyimpang serta pengertian yang belum jelas dari hal yang sebenarnya terhadap agama Hindu.
AGAMA HINDU DI INDIA
Perkembangan agama Hindu di India, pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase, yakni Jaman Weda, Jaman Brahmana, Jaman Upanisad dan Jaman Budha. Dari peninggalan benda-benda purbakala di Mohenjodaro dan Harappa, menunjukkan bahwa orang-orang yang tinggal di India pada jamam dahulu telah mempunyai peradaban yang tinggi. Salah satu peninggalan yang menarik, ialah sebuah patung yang menunjukkan perwujudan Siwa. Peninggalan tersebut erat hubungannya dengan ajaran Weda, karena pada jaman ini telah dikenal adanya penyembahan terhadap  Dewa-dewa.
Jaman Weda dimulai pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di Lembah Sungai Sindhu, sekitar 2500 s.d 1500 tahun sebelum Masehi, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah Dewa-dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun Dewa-dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang Tunggal dan Maha Kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta, yang disebut "Rta". Pada jaman ini, masyarakat dibagi atas kaum Brahmana, Ksatriya, Vaisya dan Sudra.
Pada Jaman Brahmana, kekuasaan kaum Brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan, kaum brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para Dewa pada waktu itu. Jaman Brahmana ini ditandai pula mulai tersusunnya "Tata Cara Upacara" beragama yang teratur. Kitab Brahmana, adalah kitab yang menguraikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan tentang Tata Cara Upacara agama berdasarkan wahyu-wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.
Sedangkan pada Jaman Upanisad, yang dipentingkan tidak hanya terbatas pada Upacara dan Saji saja, akan tetapi lebih meningkat pada pengetahuan bathin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. Jaman Upanisad ini adalah jaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu jaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada jaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi-tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran Darsana, Itihasa dan Purana. Sejak jaman Purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.
Selanjutnya, pada Jaman Budha ini, dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama "Sidharta", menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.
Agama Hindu, dari India Selatan menyebar sampai keluar India melalui beberapa cara. Dari sekian arah penyebaran ajaran agama Hindu sampai juga di Nusantara.
MASUKNYA AGAMA HINDU DI INDONESIA
Berdasarkan beberapa pendapat, diperkirakan bahwa Agama Hindu pertamakalinya berkembang di Lembah Sungai Shindu di India. Dilembah sungai inilah para Rsi menerima wahyu dari Hyang Widhi dan diabadikan dalam bentuk Kitab Suci Weda. Dari lembah sungai sindhu, ajaran Agama Hindu menyebar ke seluruh pelosok dunia, yaitu ke India Belakang, Asia Tengah, Tiongkok, Jepang dan akhirnya sampai ke Indonesia. Ada beberapa teori dan pendapat tentang masuknya Agama Hindu ke Indonesia.
Krom (ahli - Belanda), dengan teori Waisya.
Dalam bukunya yang berjudul "Hindu Javanesche Geschiedenis", menyebutkan bahwa masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui penyusupan dengan jalan damai yang dilakukan oleh golongan pedagang (Waisya) India.
Mookerjee (ahli - India tahun 1912).
Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di Pulau Jawa (Indonesia) mereka mendirikan koloni dan membangun kota-kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat inilah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama ini, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.
Moens dan Bosch (ahli - Belanda)
Menyatakan bahwa peranan kaum Ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu India ke Indonesia.
Data Peninggalan Sejarah di Indonesia.
Data peninggalan sejarah disebutkan Rsi Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia. Data ini ditemukan pada beberapa prasasti di Jawa dan lontar-lontar di Bali, yang menyatakan bahwa Sri Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia, melalui sungai Gangga, Yamuna, India Selatan dan India Belakang. Oleh karena begitu besar jasa Rsi Agastya dalam penyebaran agama Hindu, maka namanya disucikan dalam prasasti-prasasti seperti:
Prasasti Dinoyo (Jawa Timur):
Prasasti ini bertahun Caka 628, dimana seorang raja yang bernama Gajahmada membuat pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud memohon kekuatan suci dari Beliau.
Prasasti Porong (Jawa Tengah)
Prasasti yang bertahun Caka 785, juga menyebutkan keagungan dan kemuliaan Rsi Agastya. Mengingat kemuliaan Rsi Agastya, maka banyak istilah yang diberikan kepada beliau, diantaranya adalah: Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma. Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
AGAMA HINDU DI INDONESIA
Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun Masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda-benda purbakala pada abad ke 4 Masehi denngan diketemukannya tujuh buah Yupa peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah Yupa itu didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu yang menyatakan bahwa: "Yupa itu didirikan untuk memperingati dan melaksanakan yadnya oleh Mulawarman". Keterangan yang lain menyebutkan bahwa raja Mulawarman melakukan yadnya pada suatu tempat suci untuk memuja dewa Siwa. Tempat itu disebut dengan "Vaprakeswara".
Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan pembaharuan yang besar, misalnya berakhirnya jaman prasejarah Indonesia, perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab Suci Veda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Disamping di Kutai (Kalimantan Timur), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat mulai abad ke-5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti Ciaruteun, Kebonkopi, Jambu, Pasir Awi, Muara Cianten, Tugu dan Lebak. Semua prasasti tersebut berbahasa Sansekerta dan memakai huruf Pallawa.
Dari prassti-prassti itu didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa "Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, Beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu"
Bukti lain yang ditemukan di Jawa Barat adalah adanya perunggu di Cebuya yang menggunakan atribut Dewa Siwa dan diperkirakan dibuat pada masa Raja Tarumanegara. Berdasarkan data tersebut, maka jelas bahwa Raja Purnawarman adalah penganut agama Hindu dengan memuja Tri Murti sebagai manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa. Selanjutnya, agama Hindu berkembang pula di Jawa Tengah, yang dibuktikan adanya prasasti Tukmas di lereng gunung Merbabu. Prasasti ini berbahasa sansekerta memakai huruf Pallawa dan bertipe lebih muda dari prasasti Purnawarman. Prasasti ini yang menggunakan atribut Dewa Tri Murti, yaitu Trisula, Kendi, Cakra, Kapak dan Bunga Teratai Mekar, diperkirakan berasal dari tahun 650 Masehi.
Pernyataan lain juga disebutkan dalam prasasti Canggal, yang berbahasa sansekerta dan memakai huduf Pallawa. Prasasti Canggal dikeluarkan oleh Raja Sanjaya pada tahun 654 Caka (576 Masehi), dengan Candra Sengkala berbunyi: "Sruti indriya rasa", Isinya memuat tentang pemujaan terhadap Dewa Siwa, Dewa Wisnu dan Dewa Brahma sebagai Tri Murti.
Adanya kelompok Candi Arjuna dan Candi Srikandi di dataran tinggi Dieng dekat Wonosobo dari abad ke-8 Masehi dan Candi Prambanan yang dihiasi dengan Arca Tri Murti yang didirikan pada tahun 856 Masehi, merupakan bukti pula adanya perkembangan Agama Hindu di Jawa Tengah. Disamping itu, agama Hindu berkembang juga di Jawa Timur, yang dibuktikan dengan ditemukannya prasasti Dinaya (Dinoyo) dekat Kota Malang berbahasa sansekerta dan memakai huruf Jawa Kuno. Isinya memuat tentang pelaksanaan upacara besar yang diadakan oleh Raja Dea Simha pada tahun 760 Masehi dan dilaksanakan oleh para ahli Veda, para Brahmana besar, para pendeta dan penduduk negeri. Dea Simha adalah salah satu raja dari kerajaan Kanjuruan. Candi Budut adalah bangunan suci yang terdapat di daerah Malang sebagai peninggalan tertua kerajaan Hindu di Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 929-947 munculah Mpu Sendok dari dinasti Isana Wamsa dan bergelar Sri Isanottunggadewa, yang artinya raja yang sangat dimuliakan dan sebagai pemuja Dewa Siwa. Kemudian sebagai pengganti Mpu Sindok adalah Dharma Wangsa. Selanjutnya munculah Airlangga (yang memerintah kerajaan Sumedang tahun 1019-1042) yang juga adalah penganut Hindu yang setia.
Setelah dinasti Isana Wamsa, di Jawa Timur munculah kerajaan Kediri (tahun 1042-1222), sebagai pengemban agama Hindu. Pada masa kerajaan ini banyak muncul karya sastra Hindu, misalnya Kitab Smaradahana, Kitab Bharatayudha, Kitab Lubdhaka, Wrtasancaya dan kitab Kresnayana. Kemudian muncul kerajaan Singosari (tahun 1222-1292). Pada jaman kerajaan Singosari ini didirikanlah Candi Kidal, candi Jago dan candi Singosari sebagai sebagai peninggalan kehinduan pada jaman kerajaan Singosari.
Pada akhir abad ke-13 berakhirlah masa Singosari dan muncul kerajaan Majapahit, sebagai kerajaan besar meliputi seluruh Nusantara. Keemasan masa Majapahit merupakan masa gemilang kehidupan dan perkembangan Agama Hindu. Hal ini dapat dibuktikan dengan berdirinya candi Penataran, yaitu bangunan Suci Hindu terbesar di Jawa Timur disamping juga munculnya buku Negarakertagama.
Selanjutnya agama Hindu berkembang pula di Bali. Kedatangan agama Hindu di Bali diperkirakan pada abad ke-8. Hal ini disamping dapat dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti, juga adanya Arca Siwa dan Pura Putra Bhatara Desa Bedahulu, Gianyar. Arca ini bertipe sama dengan Arca Siwa di Dieng Jawa Timur, yang berasal dari abad ke-8.
Menurut uraian lontar-lontar di Bali, bahwa Mpu Kuturan sebagai pembaharu agama Hindu di Bali. Mpu Kuturan datang ke Bali pada abad ke-2, yakni pada masa pemerintahan Udayana. Pengaruh Mpu Kuturan di Bali cukup besar. Adanya sekte-sekte yang hidup pada jaman sebelumnya dapat disatukan dengan pemujaan melalui Khayangan Tiga. Khayangan Jagad, sad Khayangan dan Sanggah Kemulan sebagaimana termuat dalam Usama Dewa. Mulai abad inilah dimasyarakatkan adanya pemujaan Tri Murti di Pura Khayangan Tiga. Dan sebagai penghormatan atas jasa beliau dibuatlah pelinggih Menjangan Salwang. Beliau Moksa di Pura Silayukti.
Perkembangan agama Hindu selanjutnya, sejak ekspedisi Gajahmada  ke Bali (tahun 1343) sampai akhir abad ke-19 masih terjadi pembaharuan dalam teknis pengamalan ajaran agama. Dan pada masa Dalem Waturenggong, kehidupan agama Hindu mencapai jaman keemasan dengan datangnya Danghyang Nirartha (Dwijendra) ke Bali pada abad ke-16. Jasa beliau sangat besar dibidang sastra, agama, arsitektur. Demikian pula dibidang bangunan tempat suci, seperti Pura Rambut Siwi, Peti Tenget dan Dalem Gandamayu (Klungkung).
Perkembangan selanjutnya, setelah runtuhnya kerajaan-kerajaan di Bali pembinaan kehidupan keagamaan sempat mengalami kemunduran. Namun mulai tahun 1921 usaha pembinaan muncul dengan adanya Suita Gama Tirtha di Singaraja. Sara Poestaka tahun 1923 di Ubud Gianyar, Surya kanta tahun1925 di SIngaraja, Perhimpunan Tjatur Wangsa Durga Gama Hindu Bali tahun 1926 di Klungkung, Paruman Para Penandita tahun 1949 di Singaraja, Majelis Hinduisme tahun 1950 di Klungkung, Wiwadha Sastra Sabha tahun 1950 di Denpasar dan pada tanggal 23 Pebruari 1959 terbentuklah Majelis Agama Hindu. Kemudian pada tanggal 17-23 Nopember tahun 1961 umat Hindu berhasil menyelenggarakan Dharma Asrama para Sulinggih di Campuan Ubud yang menghasilkan piagam Campuan yang merupakan titik awal dan landasan pembinaan umat Hindu. Dan pada tahun 1964 (7 s.d 10 Oktober 1964), diadakan Mahasabha Hindu Bali dengan menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali dengan  menetapkan Majelis keagamaan bernama Parisada Hindu Bali, yang selanjutnya menjadi Parisada Hindu Dharma Indonesia.
Direproduksi kembali dari buku Tuntunan Dasar Agama Hindu (milik Departemen Agama)
Disusun oleh: Drs. Anak Agung Gde Oka Netra

Sejarah Agama Islam Indonesia (Kerajaan Mataram)

Kerajaan mataram berdiri pada tahun 1582. pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Para raja yang pernah memerintah di Kerajaan mataram yaitu penembahan senopati (1584 – 1601), panembahan Seda Krapyak (1601 – 1677).
Dalam sejarah islam, Kesultanan mataram memiliki peran yang cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan islam di Nusantara (indonesia). Hal ini terlihat dari semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengislamkan para penduduk daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang bercorak islam di jawa.
Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.
Akan tetapi, kehadirannya di daerah ini dan usaha pembangunannya mendapat berbagai jenis tanggapan dari para penguasa setempat. Misalnya, Ki Ageng Giring yang berasal dari wangsa Kajoran secara terang-terangan menentang kehadirannya. Begitu pula ki Ageng tembayat dan Ki Ageng Mangir. Namun masih ada yang menerima kehadirannya, misalnya ki Ageng Karanglo. Meskipun demikian, tanggapan dan sambutan yang beraneka itu tidak mengubah pendirian Ki Ageng Pemanahan untuk melanjutkan pembangunan daerah itu. ia membangun pusat kekuatan di plered dan menyiapkan strategi untuk menundukkan para penguasa yang menentang kehadirannya.
Pada tahun 1575, Pemahanan meninggal dunia. Ia digantikan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Di samping bertekad melanjutkan mimpi ayahandanya, ia pun bercita-cita membebaskan diri dari kekuasaan pajang. Sehingga, hubungan antara mataram dengan pajang pun memburuk.
Hubungan yang tegang antara sutawijaya dan kesultanan Pajang akhirnya menimbulkan peperangan. Dalam peperangan ini, kesultanan pajang mengalami kekalahan. Setelah penguasa pajak yakni hadiwijaya meninggal dunia (1587), Sutawijaya mengangkat dirinya menjadi raja Mataram dengan gelar penembahan Senopati Ing Alaga. Ia mulai membangun kerajaannya dan memindahkan senopati pusat pemerintahan ke Kotagede. Untuk memperluas daerah kekuasaanya, penembahan senopati melancarkan serangan-serangan ke daerah sekitar. Misalnya dengan menaklukkan Ki Ageng Mangir dan Ki Ageng Giring.
sejarah islam
Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
sejarah islam
panembahan senopati
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah jawa.
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak adaa pada diri sulta. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).
Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”.
Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumengggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk menggempur batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumengggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
Di luar peranan politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang besar perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari kalangan ulama. Secara teratur, ia pergi ke masjid, dan para pembesar diharuskan mengikutinya. Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan, memendekkan rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih, dinyatakan sebagai syariat yang harus ditaati.
Bagi Sultan Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam yang mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan dari tatanan istana.
Sultan agung juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat Sastra Gendhing. Adapun kita serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M. Serat sastra Gendhing berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir batin. Serat Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan negara dapat menjadi harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah jawi.
Di antara semua karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh luas adalah dalam penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka. Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan. Namun, awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78 m. Kesatuan perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad. Perubahan perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung pembangunan non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut, panembahan Senopati menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran. Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta menulis beberapa kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan Agung menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
Sultan Agung meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul ,Yogyakarta. Selanjutnya, Mataram diperintah oleh putranya, Sunan Tegalwangi, dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I, kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angusr menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun 1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang waktu itu teletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal di Tegal.
Sepeninggal Amangkurat I, Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkan Dinasti Paku Buwana di Solo dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOC untuk memadamkan pemberontakan Trunajaya.
Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden.
Saat ini, keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
Itulah artikel  sejarah agama islam di kerajaan mataram, semoga artikel di atas bisa bermanfaat bagi kamu, khususnya dalam menambah wawasan mengenai sejarah islam di Indonesia
sumber  : Buku Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, M. Hariwijaya, S. S., M.S.i.